Sampah, Banjir, dan Lalu Lintas
Tulisan ini saya buat untuk memenuhi tugas pertama MK Pengelolaan Lanskap (Landscape Management Class) ARL 412
Membahas masalah
sampah, banjir, dan lalu lintas merupakan suatu problema klasik setiap negara
berkembang. Hampir setiap negara pernah mengalami meskipun dengan penyebab dan cara
penanganan yang berbeda-beda. Di Indonesia misalnya, sampah menjadi point penting yang yang harus ditangani
secara bijak dan serius mengingat masyarakat Indonesia kini cenderung
konsumtif. Namun pada kenyataannya, upaya penanganan sampah seakan kurang
memberikan hasil nyata mengingat jumlah
sampah yang dihasilkan melebihi kapasitas pengelolaan. Bahkan, menurut Kompas (edisi 13 September 2012), jumlah
produksi sampah di Indonesia saat ini mencapai 500 juta liter atau 0,5 juta metrik ton sampah
per ha. Angka tersebut akan semakin bertambah seiring pertambahan penduduk.
Sampah seringkali pula
menjadi penyebab utama banjir. Sebagai contoh umum, DKI Jakarta hampir setiap
tahun menjadi lokasi “langganan banjir”. Hampir di setiap sudut kota tergenang
banjir. Penyebabnya? Tentu saja
sampah dan tingginya rasio antara ruang terbuka sebagai area resapan air dengan
ruang terbangun. Bagi sebagian orang, masalah ini mungkin dianggap sebagai
musibah. Namun, tidak sedikit pula yang menjadikannya berkah untuk mencari
tambahan penghasilan.
Sama halnya dengan 2
permasalahan di atas, lalu lintas seakan ‘tak mau kalah’ menjadi buah bibir dan
trend topic para eksekutif pemerintahan.
Tingginya jumlah kendaraan (terutama kendaraan pribadi) tidak didukung oleh
ketersediaan jalan yang memadai. Akibatnya, terjadi kemacetan di mana-mana. Hal
tersebut diperparah dengan perilaku sebagian masyarakat (terutama kalangan
menengah ke atas) yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan
dengan kendaraan massal dengan berbagai alasan.
Bila terus dibiarkan
berlarut-larut, hal tersebut akan semakin berbuntut panjang. Kurangnya
kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan menjadi pemicu
perilaku ‘apatis’ masyarakat. Hal tersebut akan semakin berkembang manakala
kurangnya kontrol dan figur keteladanan, baik dari orang tua kepada anaknya; guru
pada siswanya; maupun dari pemerintah kepada rakyatnya.
Pada akhirnya saya
menyimpulkan, terdapat beberapa point kunci yang dapat dilakukan dalam
mengangani permasalahan tersebut, di antaranya:
- Perlunya penanaman etika lingkungan sejak dini terkait membiasakan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),
- Perencanaan pembangunan wilayah yang komprehensif dalam menghadapi degradasi lahan akibat pembangunan yang kurang memerhatikan dampak ekologis,
- Perlunya kerangka hukum yang tegas dan tidak memihak pada pihak tertentu,
- Pengendalian jumlah penduduk Indonesia,
- Membenahi sistem transportasi, mulai dari perbaikan fasilitas, pelayanan, hingga peningkatan mutu moda transportasi,
- Tidak ada salahnya berkaca pada negara maju, terutama dalam hal penanganan masalah sampah, banjir, dan lalu lintas, serta
- Mulai dari diri sendiri, dari hal kecil, dan dari sekarang. Terima kasih, semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung ^_^